Yang kutahu bahwa cinta itu tidak berbentuk. Continue reading “Cinta Tanpa Bentuk”
Category: Tulisan Acak
Rindu
Aku ingat rindu.
Rindu itu kamu.
Yang muncul dengan menggebu.
Kemudian terasa pilu.
Kendali
Banyak orang bilang bahwa menulis adalah salah satu terapi terbaik bagi hati yang terluka. Atau mungkin dalam kasus saya, bagi hati yang gelisah.
Mendengarkan Kesedihan
Malam ini saya kembali terhenyak karena diri saya sendiri. Apa yang ada di dalam kepala saya tidak pernah bisa berhenti bekerja. Mencerna satu per satu perkara yang saya hadapi. Saya sering bertanya-tanya, tidak bisakah saya berhenti berpikir bahkan hanya untuk satu menit saja? Rasanya itu sebuah permintaan yang terlalu besar untuk seorang manusia yang menginjak usia dewasa. Memikirkan kata “dewasa” saja saya geli, karena saya selalu merasa anak-anak, dan saya senang karenanya.
[…]
Kamu membuatku merasa ganjil,
dan ini menyenangkan.
Katanya,
Jangan mengasihani orang lain, kalau kamu tidak juga tahu apa makna ‘bersyukur’.
Terima kasih, Sayang.
Kenapa Mempertanyakan?
Aku pun tidak pernah bisa memilih akan jatuh cinta pada siapa.
Kembali Belajar
“Jadi, begini toh rasanya nyesek?”
“Belajar lagi, Sefin…”
“Kalau nggak jatuh, kita nggak akan belajar menjadi kuat.”
“It’s okay, not to be okay.”
“Jangan pernah menyerah.”
“There is still a room for improvement.”
“Gagal di situ, terus mau gagal di hal lain?”
Kamu
Dan kamu menjelma rindu.
Lalu lidahku kelu.
Sedikit ngilu.
Kamu,
Kamu masih di situ?
Proses yang Bernama Adaptasi
Belakangan saya kembali dihantui oleh sebuah proses ini. Ya, oleh dia yang bernama adaptasi. Setelah tiga tahun atau enam semester ‘tinggal’ di tempat lain dan sesekali pulang ke rumah di akhir pekan, akhirnya saya kembali ke rumah. Rumah yang dibangun dengan hasil jerih payah Papa pada tahun 2004 dan oh, ternyata sudah 9,5 tahun kami tinggali sekeluarga.