Cerita Senja dan Banyu: 05. Mengobrol dengan Banyu

Jika ada yang bertanya mengapa aku memilih Banyu sebagai pacar pertama—ah. Aku tidak bisa begitu saja bilang bahwa aku memilihnya atau dia memilihku. Yang aku rasakan hanyalah rasa nyaman yang tidak tergantikan; rasa nyaman yang bahkan tidak pernah kurasakan dari kedua orang tuaku maupun dari adikku, Srimaya.

Setiap obrolan terasa begitu menyenangkan. Aku hampir tidak bisa melupakan setiap kata, setiap kalimat, bahkan setiap alinea yang dilontarkan oleh Banyu. Semuanya mengalir, seperti air, seperti namanya. Suaranya yang merdu benar-benar mengingatkanku pada deburan ombak. Mungkin itulah mengapa kedua orang tuanya menamai dia Banyu Biru.

Aku ingat bagaimana Banyu pernah berkata, “Membuat kesalahan adalah salah satu hal terindah dalam hidup.Saat itu, kami sedang berbaring di pantai. Setiap helai rambutku sudah terjebak di antara butiran pasir.

“Kenapa begitu?” Tentu aku bingung. Aku tidak mengerti apa maksudnya. Dahiku berkerut membentuk garis-garis, seperti baris-baris yang ada dalam buku latihan menulis sambung.

Kepalaku masih menengadah ke langit gelap yang bertabur bintang. Aku memejamkan mata. Lalu kurasakan kepala Banyu menyentuh pahaku. Ia memindahkan tubuhnya untuk bisa tertidur di pahaku.

“Sebentar. Aku duduk dulu.” Aku mengambil posisi duduk supaya bisa membelai kepalanya. 

“Karena melakukan kesalahan membutuhkan keberanian, yaitu keberanian untuk mengambil risiko. Terkadang kita melakukannya tanpa tahu bahwa itu adalah sebuah kesalahan. Namun, kita seringkali tahu bahwa sebenarnya kita tengah membuat kesalahan. Kesalahan membuat kita belajar lebih banyak. Kesalahan membuat kita berusaha untuk tidak mengulanginya lagi—asal kita tidak terlalu keras kepala.”

Tanganku tidak bisa tidak membelai kepala Banyu dan tiap helai rambutnya. Aku menunduk dan mengecup bibirnya. “Lalu, apa kesalahan terbesar yang pernah kamu buat?” 

“Menjadi pacarmu.”

Deg! Jantungku sepertinya berhenti sejenak. “Maksudmu?”

“Aku membuang waktu terlalu lama sebelum akhirnya sadar bahwa aku ingin menjadi pacarmu. Kenapa tidak dari dulu-dulu saja.” 

Aku menyentil dahinya.

“Aw! Sakit tahu!”

“Makanya, jangan ngerayu.” Aku mengecup dahinya, di bagian yang tadi aku sentil.

Banyu bangkit dari pahaku dan langsung duduk menghadapku. Kedua tangannya mencengkeram kedua bahuku erat. “Kalau kamu, apa kesalahan terbesarmu?” 

Aku mengangkat kedua bahuku yang masih dicengkeramnya. 

“Kenapa kamu tidak tahu? Ini pertanyaan mudah. Manusia begitu sering menyesal hingga kadang hampir seluruh hidupnya dianggap sebagai kesalahan.” 

Aku menggigit bibir dan memutar bola mataku. “Mungkin karena aku bukan manusia pada umumnya. Dan mungkin itulah kenapa kamu jatuh hati padaku.”

“Sudahlah. Jangan gigit-gigit bibirmu lagi. Lebih baik aku saja yang menggigitnya.”

Malam itu kami akhiri dengan ciuman yang lama dan panjang. Selama ciuman itu berlangsung, aku terus memutar otak untuk mencari tahu apa kesalahan terbesar yang pernah kulakukan.

8 thoughts on “Cerita Senja dan Banyu: 05. Mengobrol dengan Banyu”

        1. Terima kasih. Terusannya masih dalam proses, nih. Sila mampir ke twitter @senjamoktika untuk baca mini blog tentang Senja dan Banyu dulu, ya. 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *