Cerita Indomie dan Mengisi Perut di Rumah Turki

Begitu aku tiba di apartemen keluarga Emrah Doğan, aku langsung diajak menuju ke meja makan yang kecil–ukurannya kurang lebih 50cm x 50cm, tapi penuh dengan sajian. Beginilah cara orang-orang Turki menjamu tamu mereka.  Mereka akan mengisi perut tamu-tamunya sampai kekenyangan.

Keluarga Doğan pada akhirnya menjadi keluargaku selama aku menghabiskan waktu dua puluh delapan hari di kota kecil bernama Gölcük, provinsi Kocaeli, negara Turki bagian Marmara. Di apartemen kecil merekalah aku menumpang makan, mandi, serta tidur.  Dan kali ini, aku akan bercerita bagaimana aku mengisi perut setiap hari di meja makan keluarga Doğan.

Di bawah ini adalah makanan pertama yang kusantap. Nasi atau pilav di rumah-rumah Turki sangat berbeda dengan nasi di Indonesia yang tawar. Pilav dimasak dengan minyak dan garam, sehingga bila kita makan tanpa apapun, rasanya juga sudah gurih dan enak. Pilav pertama yang kusantap disajikan dengan daging sapi yang dimasak dengan kacang almond rebus. (Aku menulis ini dengan air liur yang menggenang di mulutku, maaf :p) Rasa pertamanya memang agak aneh, tapi setelahnya, aku langsung jatuh cinta pada setiap masakan yang disajikan di meja makan keluarga Doğan dan Anne (sebutan untuk ibu dalam Bahasa Turki), yang memasaknya.

Image

Sebagai intermezzo sebelum melanjutkan ceritaku tentang sajian-sajian di meja makan keluarga Doğan, aku akan sedikit bercerita tentang insiden yang membuatku jatuh cinta pada masakan Turki…

Sebelum aku berangkat ke Turki, teman-teman Indonesia yang sudah tiba duluan nggak banyak bercerita tentang Kocaeli. Mereka nggak banyak berkomentar soal makanan atau cuaca di Kocaeli. Meskipun demikian, aku ingat betul bagaimana Fandhy meminta aku dua puluh bungkus Indomie berbagai rasa yang katanya untuk teman-teman dari negara lain yang juga akan bekerja di social project bersama kami. Dia juga bilang bahwa Indomie itu untuk dicoba ramai-ramai oleh teman-teman baru kami. Okelah, pikirku. Aku benar-benar percaya bahwa Indomie itu untuk teman-teman baru kami yang notabene adalah teman-teman bule.

Pada kenyataannya, saat aku tiba, teman-teman yang juga berasal dari Indonesia meminta Indomie yang kubawa untuk mereka makan sendiri dengan alasan kangen makan Indomie. Okelah, pikirku lagi. Walaupun begitu, aku tetap menyimpan beberapa bungkus Indomie untuk kumakan di apartemen keluarga Doğan bila sewaktu-waktu aku kangen makan Indomie.

Indomie akhirnya merubah hidupku selama di Turki. Kali pertama aku makan Indomie, mataku tiba-tiba bengkak. Ada cairan di kedua mataku dan rasanya gatal sekali. Aku nggak ngerti sama sekali kenapa ini bisa terjadi. Yang jelas, aku yakin bahwa ini karena Indomie. Aku pun langsung dibawa ke klinik terdekat dan diberi obat alergi. Awalnya, aku ngotot bahwa mataku yang bengkak bukan disebabkan oleh konsumsi Indomie. Beberapa hari kemudian, aku pun makan Indomie lagi untuk mengetes apakah aku benar-benar alergi Indomie atau nggak. Dan…. ya, aku alergi Indomie. Mataku bengkak lagi. Alhasil, aku pun dibuat malu oleh makanan instan yang dibawa dari negeriku sendiri. Pada akhirnya, aku memutuskan untuk makan masakan Turki saja di sisa hari-hariku selama di Turki. Hacer dan Sumeyye–anak-anak keluarga Doğan juga nggak berhenti meledekku yang alergi makanan Indonesia. Mereka juga jadi takut untuk mencoba makan Indomie meskipun akhirnya mereka makan Indomie pakai gula tanpa bumbu yang sudah tersedia. Ya, gula.

obat alergi indomie

foto: Obat-obat alergi Indomie :’)

Alergiku pada Indomie selama berada di Turki pada akhirnya mengantarkanku pada satu kesimpulan, yaitu aku memiliki darah Turki. Well, ini memang nggak bisa dibuktikan lewat penelitian, tapi aku masih percaya sampai sekarang bahwa aku memang ditakdirkan menjadi orang Turki karena lebih cocok makan makanan Turki dibandingkan makan Indomie yang berasal dari negeri sendiri (so sorry, Indomie).

Masakan rumah yang berikutnya adalah roti atau ekmek yang biasa dimakan bersama sup atau çorba. Makan ekmek dengan çorba adalah salah satu momen yang paling aku rindukan dari meja makan keluarga Doğan, supnya biasa dimakan sebagai appetizer saat makan malam dan kita akan menikmati jenis sup yang berbeda tiap harinya! 🙂

Image

Selanjutnya, ada pilav yang lagi-lagi dimasak dengan daging sapi dan kacang almond rebus. Ya, ini adalah masakan favoritku. Anne tahu betul bagaimana aku doyan masakannya, jadi ia terus memasak masakan Turki agar aku bisa pulang ke Indonesia dengan perut yang bahagia. Kali ini pilav, kacang almond, dan daging sapi nggak sendirian. Mereka ditemani oleh yoghurt yang memang biasa dimakan oleh orang Turki sehari-hari bersama nasi. Rasanya? Enaaaaaak banget! Jujur, aku suka sekali makan yoghurt dengan pilav, dan ini juga salah satu menu yang aku rindukan dari Turki. Meskipun demikian, ternyata nggak banyak orang asing yang suka menu yoghurt dengan pilav ini dan teman-teman Indonesiaku adalah mereka yang nggak doyan menu ini. Ini juga menjadi alasan mereka memintaku membawa Indomie dari Indonesia, yaitu karena mereka nggak doyan beberapa masakan Turki, terutama pilav dengan yoghurt.

Image

Daaan menu terakhir yang menjadi masakan rumah Turki favoritku adalah karnıyarık. Aku cukup sedih waktu itu karena hanya sempat mencoba karnıyarık buatan Anne satu kali, tapi masakan inilah yang akhirnya membuat aku doyan makan buah terong. Selama delapan belas tahun hidupku di Indonesia, aku memang nggak pernah doyan makan terong, tapi berkat karnıyarık buatan Anne (bukan promosi) yang memang terbuat dari terong, aku langsung jatuh cinta. Karnıyarık sendiri dalam bahasa Turki berarti perut yang terbelah. Ya, ya, kalau dilihat-lihat, karnıyarık yang asalnya dari terong yang dibelah lalu diisi dengan daging cincang, bawang merah dan bawang putih, tomat, parsley, dan lada hitam ini memang mirip dengan perut yang (ehm) dibelah. Soal rasa? Masih mau ditanya? Enak banget!!! Lagi-lagi, aku langsung jatuh cinta pada santapan pertama. Ada yang tertarik mencoba? 🙂

Image

Tips kecil dariku: kalau ke Turki, jangan lupa cicipi masakan rumahnya. Rasa makanan khas Turki ada di masakan rumahnya. Kalau ke restoran, coba tanya apakah mereka menjual masakan-masakan rumah seperti di atas. Bertanya nggak ada salahnya, kan? Siapa tahu mereka bersedia memasak menu rumah khusus untuk kalian dan kalian juga akan langsung jatuh cinta dengan masakan-masakan ini! 🙂

Afiyet Olsun! Enjoy Your Meal! 😀

2 thoughts on “Cerita Indomie dan Mengisi Perut di Rumah Turki”

  1. Aakk… menurut gua, masakan rumahan kalau lagi dalam perjalanan adalah salah satu harta berharga. Rasanya lebih orihinal! Sekarang gua yang penasaran ama masakan Turki!

    1. Supeeeeer! Makanya kalo ke luar negeri dan diajak ke rumah untuk makan sama warga lokal, kayaknya nggak boleh mikir dua kali :’) di pengalamanku ini, masakan rumah sama masakan di restoran Turki rasanya beda banget! >.< masakan rumahnya enak pol-polan!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *