Dengan menuliskan ini, sedikit banyak saya ingin menjawab pertanyaan Banyu pada Senja, “Apa kesalahan terbesar yang pernah kamu buat dalam hidupmu?” dalam Cerita Senja dan Banyu: 05. Mengobrol dengan Banyu.
Category: Cerita di Sekeliling
Kilas Balik Tahun Lalu di Tahun yang Baru
Apa yang kamu rasakan di tahun baru kemarin? Sudah hampir dua minggu tahun baru 2015 berlalu. Pada malam 31 Januari 2014 yang lalu, saya mempunyai dua pilihan yang sama sekali berbeda di Pulau Yiliet, Misool, Raja Ampat. Pertama, tidur dan meringkuk di kamar kantor yang cukup hangat dan gelap. Kedua, menunggu tamu-tamu kapal pesiar tiba di Pulau Yiliet untuk merayakan tahun baru dan menonton pesta kembang. Lalu, manakah yang saya pilih? Continue reading “Kilas Balik Tahun Lalu di Tahun yang Baru”
Cerita di Balik Lolongan Anjing
Ketika matahari mulai terbenam, saya menyambut kegelapan yang menandai bahwa hari sudah mulai malam. Hampir sebulan jauh dari rumah, tepatnya di Sorong, Papua Barat, membuat saya berusaha memaknai malam-malam yang saya miliki.
Kembali Belajar Menulis
Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada menulis–setidaknya, buat saya sendiri.
Apa Kebahagiaan Terkecilmu?
Kebahagiaan terkecil saya hari ini adalah bisa menghabiskan waktu dengan biola mungil kesayangan—Moktika dan sebuah cello pinjaman. Sesederhana itu. Mungkin bagi kamu yang tidak memainkan alat musik, kebahagiaan sesederhana bermain Dota. Sejujurnya, saya pun tidak tahu bagaimana cara bermain Dota dan seasyik apa bermain Dota itu, tapi yang jelas, saya percaya bahwa masing-masing dari kita memiliki sumber kebahagiaan yang tidak bisa disamakan dengan orang lain.
Membahasakan Cinta
Namaku Sefin dan tidak ada yang bisa mengalahkan kecintaanku pada Bahasa Inggris, salah satu bahasa internasional dengan jutaan penutur di dunia. Aku pertama kali mempelajari bahasa asing ini saat duduk di bangku pertama Sekolah Dasar (SD) dan waktu itu usiaku baru enam tahun. Bagiku, Bahasa Inggris adalah bahasa asing yang sangat menarik dan pengucapan yang khas. Yang lebih mengasyikkan lagi, penulisan Bahasa Inggris menggunakan huruf Latin, sehingga aku tidak perlu mempelajari aksara baru dalam belajar Bahasa Inggris. Banyaknya bacaan, lagu, dan film populer berbahasa Inggris pun juga berhasil menarik perhatianku, sehingga semakin bersemangat belajar Bahasa Inggris.
Tentang Sir Widya
Kembali, saya menemukan tautan dengan nama saya. Sudah hampir setahun yang lalu saya menulis tulisan ini–sebuah tulisan yang bercerita tentang guru SMP saya yang bernama Sir Widya untuk sebuah lomba menulis hasil kerjasama Nulis Buku dan BioVision. Saya cukup senang karena saya bisa menjadi salah satu dari 60 finalis yang karyanya dibukukan, karena pada dasarnya saya mengikuti lomba ini sebagai salah satu media dan ajang latihan menulis. 🙂
Sir Widya sendiri selalu menjadi guru favorit saya di SMP. Beliau yang mengajarkan saya untuk lebih disiplin saat bernyanyi dalam paduan suara di deretan perempuan bersuara Alto. Sir Widya juga yang membuat saya semakin mencintai Bahasa Inggris.
nb: di postingan berikutnya, saya akan memposting tulisan full dari “Membahasakan Cinta”. Selamat membaca!
Apa Kabar, Hiu?
Apa kabar, Hiu? Video ini dibuat oleh saya, Karania Metta, dan Riyanni Djangkaru sebagai hasil sekolah alam di Kepulauan Raja Ampat. Tidak terasa sudah hampir 4 bulan yang lalu.
Let’s #SaveSharks!!!
Refleksi (Hampir) Tengah Tahun
Lucu, bagaimana akhirnya saya mengerti cara Semesta bekerja.
Bersama seorang teman, tadi sore saya pergi ke IFI Salemba untuk pertama kalinya dan untuk pertama kalinya pula saya menonton salah satu film Europe on Screen. Kami menonton sebuah film asal Bulgaria yang berjudul “Sneakers”. Film ini mengisahkan tentang enam anak muda yang kabur ke pantai di perbatasan Laut Hitam dari kehidupan mereka yang cukup kacau. Terlepas dari adegan-adegan absurdnya yang lucu, saya ingin mengutip salah satu perkataan tokohnya, yaitu seorang perempuan muda bernama Emmo.
“What are your fears?” tanya salah satu teman Emmo. Terdiam sebentar, Emmo pun kemudian menjawab, “Growing up.”
Kutipan di atas pada akhirnya mengantarkan saya pada kenyataan bahwa bertumbuh dewasa adalah bagian dari hidup yang tidak akan pernah bisa dihindari. Ah, harus saya koreksi. Kita bisa memilih untuk tidak bertumbuh dewasa, tapi kita tidak bisa memilih untuk tidak bertambah tua. Toh, pada akhirnya, menjadi dewasa adalah sebuah pilihan–sebuah pilihan yang memberikan ketakutan.
Saya memejamkan mata sebentar, lalu melihat sekelling. Usia saya kini sudah 21 tahun 1 bulan. Sespesifik itukah? Ya, bagi saya. Banyak hal yang sudah terjadi, banyak hal yang sudah dinanti. Pada akhirnya, semuanya kembali lagi pada diri saya sendiri. Semua ini tidak pernah terjadi begitu saja. Alangkah menyenangkan melihat bagaimana Semesta bekerja–mempertemukan saya dengan banyak kesempatan dan atmosfer baru.
Di hampir pertengahan tahun ini, ada begitu banyak hal yang kemudian membuat saya tertawa geli. Semua kegelian ini diberikan oleh berbagai pengalaman dan kejadian yang terjadi dari awal tahun hingga sekarang. Saya telah belajar banyaaak! Banyaaak sekali walaupun saya sadar ini masih belum ada apa-apanya. Saya masih bau kencur.
Kembali pada tulisan pertama di sini, saya toh masih harus terus belajar tentang bagaimana melepaskan kepergian seseorang–baik secara disengaja ataupun karena terpaksa. Mereka datang dan pergi begitu saja di hidup saya. Siapapun mereka–pacar, gebetan, sahabat, keluarga, atau kerabat, saya berusaha untuk memungkiri satu hal, yaitu ada satu kepingan dalam diri saya yang (mungkin) dibawa pergi oleh mereka. Atau ini hanya perasaan saya saja? Saya pun tidak tahu pasti. Bagaimanapun juga, kepingan tersebut adalah kepunyaan saya yang harus saya dapatkan kembali. Proses penerimaanlah yang kemudian berhasil membuat saya sembuh dari rasa kehilangan. Tidak mudah, memang. Akan tetapi, sekali lagi, proses selalu menjadi yang terpenting. Mereka–orang-orang itu, tentu tidak datang begitu saja tanpa alasan; saya percaya semesta telah mengatur segala pertemuan dan perpisahan dengan berbagai alasan. Berbagai alasan yang membuat saya akhirnya belajar banyak hal, terutama tentang makna kehilangan itu sendiri.
Selain terus belajar tentang makna kehilangan, saya juga belajar tentang pentingnya untuk berhenti sejenak. “Santai, jon.” Seorang teman bahkan mengatakan bahwa menjadi ambisius memang baik, tapi ada kalanya kita harus berhenti sejenak, menghela nafas, sebelum akhirnya mengambil langkah yang lebih besar lagi. Ini adalah satu hal yang sering luput dari diri saya sendiri. Saya seringkali terburu-buru hingga akhirnya salah mengambil langkah dan menyesal. Melakukan kesalahan memang baik karena membuat saya belajar untuk lebih berhati-hati, tapi kalau terus mengulangi kesalahan yang sama, apa jadinya? Saya pun diingatkan oleh teman yang lain untuk tidak terlalu menekan diri sendiri. “Don’t push yourself too hard,” begitu katanya. Perjalanan demi perjalanan, kejadian demi kejadian, keputusan demi keputusan. Saya kini berada di titik di mana saya sadar bahwa selama ini saya terlalu menekan diri saya sendiri dengan porsi yang berlebihan, tapi di sisi lain saya sering santai dengan porsi yang tidak wajar. Semua ini pada akhirnya harus dilakukan secara seimbang. Konklusinya, saya harus fokus pada semua tujuan dan keinginan saya, tapi saya juga harus belajar untuk lebih santai dan belajar bekerja sama serta menerima diri saya sendiri supaya tidak ada lagi penyesalan. Atau setidaknya, saya ingin belajar untuk tidak menghakimi diri saya sendiri saat melakukan kesalahan hingga tidak akan ada penyesalan yang muncul. Making mistakes is just a part of life. Human beings make mistakes.
Bagi saya, hidup ini adalah sebuah kurikulum tidak terbatas. Kurikulum tanpa standar yang terus membuat saya belajar. Terima kasih, Semesta.
Bersama Adeline
Pernahkah kamu menghitung jumlah sahabat yang kamu miliki? Pernahkah kamu merasa kesepian dan menyadari bahwa tidak ada seorangpun yang benar-benar bisa kamu ajak berbagi cerita?
Aku? Sering.
Kenyataannya, aku sering kali cemburu pada orang lain yang memiliki banyak sahabat baik; yang telah menjalin persahabatan selama bertahun-tahun; yang tidak pernah putus komunikasi sama sekali dengan para sahabat-sahabatnya.
Aku sendiri mengenal diriku sebagai seseorang yang cukup mudah bergaul–mudah akrab dengan orang-orang baru, mudah beradaptasi dengan lingkungan baru…..tapi aku seringkali menjauh dengan orang-orang yang telah akrab denganku. As simple as that.
Sampai usiaku delapan
belas tahun, aku tidak pernah benar-benar yakin bahwa aku sungguh memiliki seorang sahabat yang bisa diajak berbagi segalanya. Sahabat pertamaku adalah adikku sendiri–Joan. Joan adalah sahabat yang paling mengerti aku, apalagi karena kami selalu berbagi kamar sejak kecil.
Lalu, siapakah sahabat-sahabatku kini?
Salah satunya adalah Adeline Prayoga atau yang biasa kupanggil Eline.
Pada mulanya, Eline bukanlah sahabatku melainkan sahabat adikku–Joan. Sosok Eline selalu membuatku tersenyum, tertawa, sekaligus membuatku terinspirasi. Banyak sekali hal dalam dirinya yang tidak pernah berhenti membuatku kagum. Kenyamanan yang diberikan oleh dirinya membuatku mengerti bahwa seorang sahabat memang benar-benar ada.
Ia–Eline, selalu bisa bicara to the point. Kata-katanya kadang bisa sangat tajam, tapi selalu berhasil membuka mata dan pikiran.
Eline selalu tahu apa yang dia mau. Eline selalu tahu apa yang harus dilakukannya. Waktu di SMA-nya dulu, ia adalah seorang murid teladan. Badannya yang kecil mungil tidak pernah menghalanginya mengejar segala mimpinya yang besar. Ia sangat jago diving, ia sangat cinta laut. Sekarang ia tengah mengenyam pendidikan di Hawaii Pacific University dengan program beasiswa dan tekadnya yang besar selalu berhasil mengantarkannya ke hal-hal yang ia inginkan.
Eline memiliki banyak teman. Ia adalah sosok seorang gadis yang supel.
Ia menyukai tantangan dan sangat pemberani. Ia seorang pekerja keras yang jarang mengeluh.
Eline sangat suportif dan tidak pernah berhenti memberikan dukungan. Ia adalah salah satu orang yang membuatku yakin bahwa aku akan bisa melanjutkan studi Masterku di Amerika Serikat beberapa tahun lagi. Ia adalah salah satu alasan mengapa aku begitu mencintai laut dan ingin mengeksplor segala isinya. Aku ingin bisa menyelam di laut-laut yang indah bersama Eline di waktu yang akan datang. 🙂
Hari Minggu ini, 13 Januari 2013, Eline akan kembali ke Hawaii untuk melanjutkan studinya sekaligus bekerja paruh waktu. Dengan beberapa kali pertemuan singkat selama liburan ini, aku telah belajar banyak hal. Aku menjadi lebih bersemangat dalam mengejar impian-impianku.
Desember tahun ini Eline akan lulus kuliah dan ia harus tinggal dan bekerja selama kurang lebih setahun di AS. Hal ini sedikit banyak membuatku sedih, selama hampir dua tahun aku tidak akan bertemu dengan Eline–kecuali aku bisa mengunjunginya di sana.
Bersama Adeline, aku telah belajar banyak hal. Bersamanya, aku telah mengerti seperti apa sosok seorang sahabat yang sesungguhnya.
Thanks, Line. Please take a good care of yourself no matter what happens. 🙂
Thanks for being such a lovely little sister from different parents :p