“Mari, mari pergi yang jauh”, begitu katanya.
Aku mendongak, berhenti memandangi teh hangatku yang sedari tadi tidak habis diseruput.
“Aku serius”, katanya lagi.
Mataku terpejam, kata-kata itu memenuhi kepala, seakan tidak ingin keluar lagi. Telingaku berdengung. Aku mendadak menggigil.
“Jangan, jangan lari lagi”, kataku kemudian.
“Aku lelah, kawan. Aku lelah, terlalu lelah.” Ia menggigit bibir.
Kepalaku menggeleng. “Aku sudah terlalu sering berlari, menjadikan diri seperti anak domba yang tidak tahu takdirnya sebagai hewan ternak. Aku tidak mau terus-terusan berlari-lari.”
Tawa remehnya menggema. “Kau, kau, jangan sok suci. Kita sudah biasa pergi jauh bersama. Kalau perlu, kali ini tidak usah berhenti, tidak juga perlu kembali.”
Aku mendadak pusing. Pikiran kami selalu sama. Apa yang kami inginkan selalu sama. Aku tidak suka hal yang rumit, aku tidak suka teka-teki, sudah terlalu lama aku tidak berhasil memecahkan semua ini.
“Benarkah kau tidak mau pergi jauh? Aku yakin kali ini kita akan berhasil.” Ia berusaha meyakinkanku, tapi nada bicaranya sendiri terdengar amat tidak yakin.
Sudah lebih dari ratusan ribu kilometer aku berlari–kami berlari. Tidak ada juga yang berhasil, semuanya nihil. Sebegitu bodohkah aku?
Berlari, berlari, dan berlari. Semakin jauh aku berlari, semakin banyak keringat yang keluar dari tubuhku, dan mungkin akan ada air mata yang ikut keluar… Mengapa? Karena aku berlari terlalu jauh hingga aku tersesat dan tidak memiliki siasat.
Dan dengan keraguan aku terus melangkah maju, perlahan, tanpa suara.
Di tengah keheningan aku memandangi potret itu, potret kami.
Aku bersama dia, aku bersama diriku sendiri.
Dia adalah diriku.
Dia adalah ketakutanku.
Ketakutan yang bisa memberikan segalanya; kemarahan, penyesalan, kesedihan, juga kehampaan,
Aku tidak ingin lagi berlari, kawan. Aku lelah.
Tidak akan ada juga beban yang hilang, bila aku terus berlari. Iya, kan?
Nafasku tersengal, tersengal, tersengal.
Mari kita berhenti berlari, kawan.
Aku ingin tidur saja.
Aku tahu aku tidak harus pergi jauh.
Aku tahu.
jangan lari-lari..nanti kesandung 🙂
haha iya, makanya kita harus berpegangan. kalau perlu jangan lari sendirian 😀
wah saya gak lari fin.. jalan juga sama saja, yang penting samapai di tempat dan ditemani ngobrol, biar gak capek 😛