Cerita Senja dan Banyu: 03. Cinta Pertama Banyu

Dan hari-hariku kemudian dipenuhi oleh cerita kasmaran Banyu dengan Anala yang tidak berlangsung lama. Masa pendekatan yang hanya satu bulan, Banyu yang memang cukup tampan, lalu bisa mengambil hati gadis pujaannya. Itulah cinta pertama Banyu.

Aku bukan cinta pertamanya. Banyu memiliki kisahnya sendiri. Meski demikian, Banyu adalah cinta pertamaku. Kisah kami terlalu panjang untuk ditorehkan dalam sebuah cerita, oleh karena itu aku memilih untuk menuliskan kisah cinta pertama Banyu di sini. 

Saat itu aku tengah melukis di teras rumah. Selain laut, langit adalah obyek favoritku yang lain untuk dilukis.

“Dor!” Banyu mengagetkanku dari belakang. Untung saja cat minyak tidak tumpah ke kanvasku. Sialnya, cat minyak berwarna biru itu malah terciprat ke wajahku.

Aku memutar kepala dan tubuhku hingga menghadap Banyu. Dia tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya. Tidak bisakah dia bersikap lebih manusiawi? Pikirku. Bagaimanapun juga, ini salahnya. Mulutku melengkung ke bawah, berubah murung.

“Maaf, maaf…” Banyu masih tertawa.

Aku mengambil cat minyak di wajahku, kemudian mengoleskannya di wajah Banyu. “Terima kasih untuk tawamu, Banyu. Semoga cat minyaknya bisa menjadi obat anti jerawat.” Aku tersenyum lebar.

Gantian Banyu yang murung. “Ah, kamu, Senja!” Tidak sampai satu menit, Banyu sudah tersenyum lagi. Aneh.

“Oh iya, ada apa? Tumben, kamu mau ke sini dan mengganggu jam melukisku.” Aku bangkit dari tempatku duduk dan berjalan ke tangga turus, pindah duduk ke sana.

“Coba tebak!”

Aku menggeleng. “Malas, ah. Jangan membuang waktuku, Banyu, aku masih mau lanjut melukis. Langit cerah sedang indah-indahnya.”

“Ya, sudah. Melukis saja sana.” Banyu cemberut lagi.

Aku tidak peduli. Kepalang tanggung, wajahku sudah berubah biru, lebih baik aku lanjut melukis sebelum langit berubah gelap. Aku pun kembali ke tempatku melukis.

“Senja, aku sedang jatuh cinta.” Banyu berbisik di telingaku.

Aku menempelkan punggung tanganku di dahinya. “Kamu sakit, ya?”

Banyu menggeleng. “Aku serius. Aku sedang jatuh cinta.”

“Hah? Dengan siapa? Oh iya, kamu juga belum puber, kan?” Aku masih belum yakin bahwa Banyu benar-benar tengah jatuh cinta.

Banyu mengernyitkan dahi. Kerut-kerutnya mengingatkanku pada wajah tokoh-tokoh komik saat mereka sedang kesal. “Enak saja! Aku sudah masuk masa pubertas sejak setahun yang lalu! Memangnya kalau aku mimpi basah, aku harus bilang padamu?”

Benar juga. Aku mengangguk-angguk. “Baiklah. Jadi, kamu jatuh cinta sama siapa?”

“Sama Anala.”

“A… Anala? Yang jago karate itu?”

Kini giliran Banyu yang mengangguk.

Dan hari-hariku kemudian dipenuhi oleh cerita kasmaran Banyu dengan Anala yang tidak berlangsung lama. Masa pendekatan yang hanya satu bulan, Banyu yang memang cukup tampan, lalu bisa mengambil hati gadis pujaannya. Itulah cinta pertama Banyu. Tidak sampai tiga bulan, hubungan mereka pun bubar, seperti barisan peserta upacara di sekolah yang kepanasan dan tidak sabar ingin minum di kelas masing-masing. Berhamburan begitu saja.

Tapi kemudian aku bertanya-tanya, apa itu cinta?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *