Aku pun tidak pernah bisa memilih akan jatuh cinta pada siapa.
Category: Non-Fiksi
Kembali Belajar
“Jadi, begini toh rasanya nyesek?”
“Belajar lagi, Sefin…”
“Kalau nggak jatuh, kita nggak akan belajar menjadi kuat.”
“It’s okay, not to be okay.”
“Jangan pernah menyerah.”
“There is still a room for improvement.”
“Gagal di situ, terus mau gagal di hal lain?”
Kamu
Dan kamu menjelma rindu.
Lalu lidahku kelu.
Sedikit ngilu.
Kamu,
Kamu masih di situ?
Proses yang Bernama Adaptasi
Belakangan saya kembali dihantui oleh sebuah proses ini. Ya, oleh dia yang bernama adaptasi. Setelah tiga tahun atau enam semester ‘tinggal’ di tempat lain dan sesekali pulang ke rumah di akhir pekan, akhirnya saya kembali ke rumah. Rumah yang dibangun dengan hasil jerih payah Papa pada tahun 2004 dan oh, ternyata sudah 9,5 tahun kami tinggali sekeluarga.
Kamu Tahu?
Kamu tahu rasa itu? Rasa kehilangan. Kehilangan dia yang tidak pernah benar-benar menarik perhatianmu, tapi selalu memberikan bahunya untukmu bersandar. Selalu memberikan telinganya untukmu bercerita. Selalu memberikan candanya untuk menghiburmu. Di saat kamu berusaha melupakan dia yang lain, di saat yang sama pula dia selalu ada untukmu. Ternyata begini rasanya sepi. Akhirnya kamu tahu rasanya nyeri. Bahkan membuatmu bergidik ngeri–betapa kamu tidak menyadari sama sekali. Kamu tahu, kan? Ya, kamu memang seharusnya tahu.
Ke Mana Dia yang Bernama Waktu?
Sepertinya baru kemarin saya mendaftar les Bimbingan Tes Alumni atau BTA di SMAN 8 Jakarta untuk mempersiapkan diri supaya bisa diterima kuliah di Universitas Indonesia (UI). Sepertinya baru kemarin saya diterima magang dua bulan di majalah CosmoGIRL! Indonesia.
Sudahkah Saya Memeluk Diri Saya Hari Ini?
Pertanyaannya bukan hanya untuk hari ini, tapi juga untuk kemarin, kemarinnya lagi, dan kemarinnya lagi. Sudahkah saya memeluk diri saya sendiri? Sudahkah saya membuat diri saya bahagia dan nyaman? Saya bukan orang yang bisa diam dalam satu tempat dan kegiatan untuk waktu yang lama. Ya, saya tipe manusia yang mudah sekali terjebak dalam kebosanan. Dan bisa dibilang, menulis, membaca, dan bermain biola untuk diri sendiri adalah tiga hal yang tidak pernah bisa membuat saya bosan sama sekali.
Continue reading “Sudahkah Saya Memeluk Diri Saya Hari Ini?”
Aksi dan Konsekuensi Buat Hati
Saya tidak tahu harus mulai dari mana, tapi belakangan perasaan saya dilanda sesuatu yang tidak biasa. Jatuh cintakah? Risaukah? Saya tidak mau menggunakan kata galau–saya menghindarinya. Daripada sibuk menggambarkan betapa mendungnya hati ini, lebih baik saya berfokus pada sesuatu yang lain.
Figure 011: Sefin
Ya, tautan ini memang tentang saya. Saya tidak tahu dorongan apa yang akhirnya membuat saya mau menulis dan mengirimkan kisah saya ke Bless Burden. Bless Burden membuat saya merefleksi diri sendiri pada malam itu. Membuat saya berusaha mengenal diri saya lagi. Kembali melakukan pedekate demi hubungan yang lebih intens–dengan diri sendiri.
Saya tidak tahu apakah ini sebuah kebetulan atau tidak, tapi saya selalu suka angka 11. Mungkin karena saya lahir di tanggal 11 April. Menjadi figur nomor 11 dalam proyek Bless Burden pada akhirnya membuat saya mengerti semua ini bukan kebetulan belaka.
I am blessed with a burden! 🙂
Ah, Awal!
Di tautan ini, saya sedikit lupa bahwa saya pernah menulis sebuah tulisan berjudul “Pada Awalnya” untuk Writing Session (@writingsession). Saya senang sekali mendapati tulisan ini menjadi tulisan best of the night untuk sesi 2 Januari 2011. Ah, ya. Dua tahun lalu? Lama, eh? Iya, lama.
Tulisan saya itu bisa dibaca di: http://writingsessionclub.blogspot.com/2011/01/pada-awalnya.html
🙂
Selamat hari Senin! 😀