Cerita Senja dan Banyu: 07. Srimaya, Aku, dan Banyu

Hari itu Ayah dan Bunda ingin memiliki waktu mereka sendiri. Jadilah mereka menyuruh kami pergi berlama-lama, menghabiskan waktu tanpa mereka. Srimaya yang bingung, hanya bisa mencolek-colek aku yang tengah duduk menikmati secangkir teh di teras rumah. Tidak lama kemudian, aku pun memutuskan untuk menelepon Banyu. Sudah lama sekali aku dan dia tidak menghabiskan waktu bersama adik kecilku, Srimaya.

Continue reading “Cerita Senja dan Banyu: 07. Srimaya, Aku, dan Banyu”

Cerita Senja dan Banyu: 06. Aku dan Matahari

Terik matahari selalu menyengat kulitku. Aku yang selalu malas menggunakan tabir surya, lebih memilih menahan perih sesudah berpanas-panasan di bawah sinar matahari. Dan untungnya Banyu mengerti. Dia begitu mengerti akan kecintaanku pada matahari. Dia sangat mengerti bagaimana aku membenci air hujan dan basah kuyup karenanya.

Inilah ceritaku. Bersama matahari, juga Banyu.

Continue reading “Cerita Senja dan Banyu: 06. Aku dan Matahari”

Cerita Senja dan Banyu: 05. Mengobrol dengan Banyu

Jika ada yang bertanya mengapa aku memilih Banyu sebagai pacar pertama—ah. Aku tidak bisa begitu saja bilang bahwa aku memilihnya atau dia memilihku. Yang aku rasakan hanyalah rasa nyaman yang tidak tergantikan; rasa nyaman yang bahkan tidak pernah kurasakan dari kedua orang tuaku maupun dari adikku, Srimaya.
Continue reading “Cerita Senja dan Banyu: 05. Mengobrol dengan Banyu”

Kilas Balik Tahun Lalu di Tahun yang Baru

Apa yang kamu rasakan di tahun baru kemarin? Sudah hampir dua minggu tahun baru 2015 berlalu. Pada malam 31 Januari 2014 yang lalu, saya mempunyai dua pilihan yang sama sekali berbeda di Pulau Yiliet, Misool, Raja Ampat. Pertama, tidur dan meringkuk di kamar kantor yang cukup hangat dan gelap. Kedua, menunggu tamu-tamu kapal pesiar tiba di Pulau Yiliet untuk merayakan tahun baru dan menonton pesta kembang. Lalu, manakah yang saya pilih? Continue reading “Kilas Balik Tahun Lalu di Tahun yang Baru”

Cerita Senja dan Banyu: 04. Tentang Ayah dan Bunda

Ayah mengangkat wajah, kemudian menyeruput secangkir kopi Aceh yang diberikan Tante Sohita, ibunda Banyu. Sudah cukup lama dia mengisi kolom TTS di koran hari Minggu. Kira-kira sudah satu jam. Kulihat Bunda tertidur menyamping di sofa dengan kepala yang menindih tangan kanannya sendiri. Continue reading “Cerita Senja dan Banyu: 04. Tentang Ayah dan Bunda”

Menikmati Senja di Timur Indonesia

Seperti nama blog ini, Senja Moktika, saya selalu menemukan “Senja” sebagai sesuatu yang spesial. Senja yang memang lebih sering muncul dalam semburat jingga, selalu berhasil menenangkan mata dan hati. Barisan warna-warni senja bahkan lebih mencolok mata daripada tumpukan gulungan kain yang saya temui di toko-toko Passer Baroe.

Continue reading “Menikmati Senja di Timur Indonesia”

Membaca Perjalanan dalam Perjalanan (Ulasan buku The Dusty Sneakers)

Ini kali pertama saya membaca cerita perjalanan dalam sebuah perjalanan dari kacamata seorang pejalan. Di waktu-waktu sebelumnya, saya membaca dari kacamata seorang mahasiswi yang menulis skripsi tentang catatan perjalanan yang ditulis oleh perempuan. Meski dari kacamata yang sama sekali berbeda, membaca cerita perjalanan memang selalu menyenangkan, terutama ketika saya bisa menghubungkannya dengan pengalaman-pengalaman saya sendiri. Continue reading “Membaca Perjalanan dalam Perjalanan (Ulasan buku The Dusty Sneakers)”